Produk pendidikan sebetulnya
bukan hanya menjadi kebutuhan orang-orang pendidikan saja, tetapi semua aspek
kehidupan kita membutuhkan produk pendidikan tersebut. Produk pendidikan itu
berkaitan dengan tenaga pendidik yaitu guru. Sekarang ini tentang
profesionalisme guru sedang marak dibicarakan dan dicari solusinya.
Pertanyaannya mengapa sedemikian penting guru itu harus profesional? Apakah
pengaruhnya dari profesionalisme guru itu terhadap produk pendidikan? Inilah
permasalahan-permasalahan yang hendaknya dicari solusinya.
Sekarang ini kita hidup pada
era globalisasi dengan menghadapi sejumlah tantangan. Global atau globalisasi
merupakan kata-kata klise yang sering diungkapkan di mana-mana. Globalisasi
merupakan fenomena tidak adanya batas-batas antara negara di dunia ini.
Peristiswa yang terjadi di suatu negara, maka dalam sekejap akan diketahui oleh
orang-orang di negara lainnya. Globalisasi pada awalnya hanya terjadi pada tiga
aspek yaitu 3 F, food atau makanan, fashion atau pakaian, dan fun atau hiburan.
Namun sekarang ini globalisasi sudah merambah ke berbagai kehidupan.
Implikasinya berhubungan dengan persaingan, perdagangan, bahkan produk, inilah
yang menadi tantangan dunia global. Oleh karena itu kita harus menguasai
kunci-kunci untuk bisa bergaul secara global untuk merebut peluang dalam
persaingan-persaingan di era global ini. Dalam dunia yang yang sudah global ini
perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan berlangsung sangat cepat
karena pengaruh informasi yang datang silih berganti sehingga susah untuk
dikendalikan. Tantangan lainnya adalah terjadinya konflik dan krisis di
mana-mana. Perubahan-perubahan itu ada pula yang menunjukkan sejumlah
kemajuan-kemajuan yang juga memberikan tantangan, seperti kemajuan dalam bidang
sains dan teknologi, revolusi teknologi informasi dan komunikasi, bahkan bidang
politik yaitu demokrasi pun berkembang dengan cepat, meskipun di kalangan kita
masih ada yang tidak demokratis. Di samping itu pun kita menghadapi berbagai
macam ancaman seperti adanya gap antara yang kuat dengan yang lemah maupun yang
kaya dengan yang miskin, dan sebagainya yang kita amati dalam kehidupan
sehari-hari. Persoalannya, bahwa kita sudah mempunyai Undang-Undang yang di
dalamnya ada standar-standar pendidikan nasional yang harus dicapai.
Di dalam Undang-Undang Nomor.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tujuan pendidikan nasional
adalah mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual,
mengembangkan kesehatan dan akhlak mulia dari peserta didik. Selanjutnya
membentuk peserta didik yang terampil, kreatif, dan mandiri. Tujuan ini
merupakan tantangan bagi para pendidik (guru), karena tujuan itu merupakan
modal dasar bagi peserta didik dalam mengarungi kehidupan abad sekarang dan
masa datang yang sudah mengglobal dan penuh tantangan. Peserta didik dituntut
untuk terampil dan penuh dengan keterampilan mengembangkan kreatifitasnya.
Tantangan lainnya adalah efek negatif dari perkembangan sains dan teknologi
seperti berbagai tampilan atau tontonan dari alat-alat teknologi informasi,
meskipun efek positifnya lebih banyak. Untuk mencapai tujuan pendidikan dan
memecahkan permasalahan pendidikan diperlukan guru yang professional.
Guru
Profesional KBM Berkualitas Pendidikan Berkualitas SDM Berkualitas
Profesionalisme
Guru
Profesionalisme guru
berkorelasi dengan kualitas produk pendidikan. Guru yang professional
menjadikan pendidikan atau proses pembelajaran yang berkualitas, sehingga
peserta didik pun senang mengikuti proses pembelajaran tersebut, sehingga
sumber manusia yang dihasilkan dari lulusan sekolah berkualitas dan nantinya
bisa bersaing di era globalisasi. Sebaliknya guru yang tidak profesional bisa
menjadikan pendidikan yang tidak berkualitas. Peningkatan profesionalisme guru
ini misinya yaitu terwujudnya penyelenggaraan pendidikan atau pembelajaran
sesuai denan prinsip-prinsip profesionalilitas, untuk memenuhi hak yang sama
bagi setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Berdasarkan
berbagai penelitian kualitas pendidikan ditentukan oleh 60% kualitas guru. Jika
kualitas gurunya jelek, maka 60% jelek pula kualitas pendidikan. Sebaliknya
jika kualitas gurunya baik, maka 60% kualitas pendidikan juga baik dan 40%
lainnya dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Artinya jika pendidikan ingin
maju, maka harus dimulai dulu dari gurunya. Guru memang benar-benar faktor
kunci kalau ingin memajukan pendidikan. Itulah sebabnya lahirlah Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyatakan bahwa guru dan dosen
adalah jabatan professional. Jabatan professional adalah jabatan yang
memerlukan kemampuan tertentu dan latar belakang pendidikan tertentu. Guru akan
meningkat secara professional dan meningkat pula kesejahteraannya. Jadi di
samping penuh beban juga ada kesempatan untuk memperoleh kesejahteraan.
Guru itu kalau mau benar-benar
dihargai dan dihormati orang, maka harus menjadi jabatan profesional. Orang
yang bukan lulusan fakultas keguruan tidak akan menjadi guru bagaimanapun
pintarnya, tetapi prakteknya terkadang siapa saja bisa jadi guru. Oleh karena
itulah pemerintah menertibkannya dengan mensyaratkan bahwa untuk menjadi guru
harus lulusan S1 dari perguraan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan
keguruan yang terakreditasi, dan harus memperoleh sertifikat sebagai tenaga
pendidik. Di dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20. Tahun
2005, dinyatakan bahwa lembaga pendidikan yang tidak punya hak mengeluarkan
ijazah sarjana tetapi mengeluarkan ijazah tersebut, maka akan dituntut dan
dijatuhi hukuman dengan denda satu milyar rupiah atau penjara selama dua tahun.
Kedudukan guru sebagai tenaga
professional pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan formal yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Guru berfungsi meningkatkan martabat dan perannya sebagai agen pembelajaran,
pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Tujuan guru adalah berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kedudukan guru sebagai tenaga
pengajar professional mempunyai visi dan misi. Visinya adalah terwujudnya
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas
untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh
pendidikan yang bermutu. Misinya adalah mengangkat martabat tenaga pengajar,
menjamin hak dan kewajiban tenaga pengajar, meningkatkan kompetensi tenaga
pengajar, memajukan profesi serta karier tenaga pengajar, meningkatkan mutu
pembelajaran, meningkatkan mutu pendidikan nasional, mengurangi kesenjangan
ketersediaan tenaga pengajar antardaerah dari segi jumlah, mutu kualifikasi
akademik, dan kompetensi. Misi lainnya adalah mengurangi kesenjangan mutu
pendidikan antardaerah dan meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Guru menurut Undang-Undang
tentang Guru (2003:2) adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik. Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru
hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap
jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Oleh karena itu perlu diperhatikan
beberapa prinsip profesi guru. Profesi guru merupakan bidang khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan
idealisme.
2.
Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.
3.
Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4.
Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas.
5.
Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
6.
Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja.
7.
Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8.
Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
9.
Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.
Profesionalisasi guru masih
merupakan sesuatu hal yang ideal, namun bukan sesuatu yang mustahil untuk
diwujudkan, justeru profesionalisasi guru akan menjadi tantangan bagi siapa
saja yang berkecimpung dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan sebagai guru. Oleh
karena itu tantangan tentang guru profesional itu diharapkan dapat lebih
mendekatkan kepada suatu tujuan produk pendidikan yang baik. Keahlian seorang
guru secara profesional belum dapat menjamin sepenuhnya bahwa cara-cara atau
prosedur kerja dan teknik yang digunakan dalam mengajar akan dapat menyebabkan
peserta didik memperoleh hasil belajar sesuai dengan yang diinginkan. Suatu
cara yang cocok digunakan untuk mengajar suatu materi pembelajaran kepada
individu atau sekelompok individu, belum tentu cocok untuk yang lain. Demikian
pula di tangan seorang guru mungkin suatu cara efektif, namun di tangan yang
lain tidak efektif.
Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran. Kemudian, meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Selain itu, bertindak obyektif dan tidak diskriminatif
atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, dan kondisi fisik tertentu,
atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran. Agar guru dapat melaksanakan fungsinya keprofesionalannya, maka
harus mempunyai ciri-ciri, yaitu mempunyai penguasaan ilmu yang harus diajarkan
kepada peserta didik. memiliki kemampuan mengajar, meliputi perencanaan,
pelaksanaan mengajar dan efisiensi, guru perlu menciptakan suasana belajar yang
memungkinkan peserta didik mau belajar, dengan cara membina hubungan
kepercayaan satu sama lainnya, dan mengembangkan minat mengajarkan ilmunya
kepada peserta didik. Jika guru mempunyai minat besar untuk mengajar, maka akan
selalu berusaha untuk meningkatkan efektivitas mengajarnya. Oleh karena itu
dituntut kompetensi atau kemampuan profesional dari seorang guru.
Kompetensi
Guru
Kompetensi atau kemampuan ini
ditunjang oleh konsep dan teori yang mantap. Hal ini menyebabkan prosedur kerja
serta teknik melaksanakan pekerjaan itu membawa hasil yang jelas. Secara
sederhana kompetensi berarti kemampuan. Suatu jenis pekerjaan tertentu dapat
dilakukan seseorang jika ia memiliki kemampuan. Jika dikaji lebih dalam lagi,
kompetensi ternyata mempunyai arti cukup luas karena kompetensi bukan semata-mata
menunjukkan pada keterampilan dalam melakukan sesuatu. Lebih dari itu,
kompetensi ditunjang oleh latar belakang pengetahuan, adanya penampilan atau
performance, kegiatan yang menggunakan prosedur dan teknik yang jelas hingga
mendapatkan hasil. Kajian tentang kompetensi sangat besar artinya dalam membina
dan mengembangkan suatu jenis perkerjaan tertentu. Karena kompetensi merupakan
ciri dari suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Dengan mengenali ciri-ciri
itu, dapatlah dilakukan analisis tugas tentang suatu pekerjaan berdasarkan
kompetensi.
Kompetensi guru erat kaitannya
dengan profesionalisasi guru. Profesi keguruan merupakan jabatan yang dilandasi
oleh berbagai kemampuan dan keahlian yang bertalian dengan keguruan. Oleh
karena itu untuk memahami tugas pekerjaan guru, maka dapatlah dilakukan
pengenalan terhadap kompetensinya. Kompetensi profesional guru menggambarkan
tentang kemampuan yang dituntutkan kepada seseorang yang memangku jabatan
sebagai guru. Artinya kemampuan yang ditampilkan itu menjadi ciri
keprofesionalannya. Tidak semua kompetensi yang dimiliki seseorang menunjukkan
bahwa ia adalah profesional. Ada berbagai variasi kemampuan atau kompetensi
yang dimiliki. Variasi itu menunjukkan pada tingkat jabatan yang dipangkunya.
Karena kompetensi profesional tidak hanya menunjukkan kepada apa dan bagaimana
melakukan pekerjaan semata-mata. Melainkan juga menguasai rasional mengapa hal
itu dilakukan berdasarkan konsep dan teori tertentu.
Peraturan Pemerintah Nomor 16
tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru menjelaskan bahwa kompetensi yang
diperlukan oleh guru terbagi atas empat kategori, yaitu kompetensi pedagogik
(akademik), kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi
sosial (kemasyarakatan). Keempat macam kompetensi ini dijadikan landasan dalam
rangka mengembangkan sistem pendidikan tenaga kependidikan. Oleh karena itu
dapatlah dipandang, bahwa keempat macam kompetensi di atas sebagai tolok ukur
bagi keberhasilan pendidikan tenaga kependidikan.
Kompetensi pedagogik atau
akademik ini merujuk kepada kemampuan guru untuk mengelola proses belajar
mengajar, termasuk didalamnya perencanaan dan pelaksanaan, evaluasi hasil
belajar mengajar dan pengembangan peserta didik sebagai individu-individu. Guru
tidak hanya mengajar tetapi juga mampu mendidik. Kompetensi pribadi yaitu
mengkaji dedikasi dan loyalitas guru. Mereka harus tegar, dewasa, bijak, tegas,
dapat menjadi contoh bagi para peserta didik dan memiliki kepribadian/akhlak
mulia. Kompetensi sosial (kemasyarakatan) merujuk kepada kemampuan guru untuk
menjadi bagian dari masyarakat, berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif
dengan para peserta didik, para guru lain, staf pendidikan lainnya, orang tua
dan wali peserta didik serta masyarakat. Guru memiliki kemampuan
bersosialisasi, kemampuan menjadi agent of change di dalam lingkungan
masyarakat. Kompetensi profesional merujuk pada kemampuan guru untuk menguasai
materi pembelajaran. Guru harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai subyek
yang diajarkan, mampu mengikuti kode etik profesional dan menjaga serta
mengembangkan kemampuan profesionalnya.
Kompetensi-kompetensi ini harus
dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Jadi kompetensi ini dibangun bukan hanya
melalui Strata 1(S1) atau Diploma IV (D IV), tetapi juga melalui pendidikan profesi
yang nantinya memperoleh sertifikat sebagai pendidik. Guna memiliki
kompetensi-kompetensi ini, maka guru hendaknya menyiapkan dan menunjukkan
sebuah portofolio profesional sebagai profesionalisasi seorang guru.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007, untuk memperoleh
sertifikat profesional sebagai guru, guru harus menunjukkan kemampuan
“melakukan refleksi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran” menggunakan hasil
refleksi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran mereka
dan “mengembangkan profesionalisme mereka.” Salah satu cara membantu guru
melakukan refleksi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran adalah dengan
dibuatnya format refleksi pembelajaran yaitu catatan yang harus guru tulis
untuk mengetahui kemajuan pembelajaran yang disajikannya. Manfaatnya membantu
guru menuliskan pengalaman, perasaan dan informasi yang dipelajari. Format ini
berisikan materi pembelajaran yang menarik dan ingin ditindaklanjuti lebih
mendalam. Tulisan ini akan berlaku secara kontinyu dan terus berkembang, Format
ini mendeskripsikan reaksi guru terhadap apa saja yang telah dipelajari, dan
bukan hanya rangkuman materi pembelajaran yang dibacanya. Tulisan refleksi ini
dapat memberitahu diri sendiri apa yang telah guru pelajari. Guru dapat menilai
kemajuan yang telah dilakukan. Guru pun dapat memperhatikan kesenjangan antara
pengetahuan dan keterampilan yang dikuasainya.
Secara nasional komposisi guru
menunjukkan bahwa guru Taman Kanak-kanak (TK) termasuk Raudathul Atfal (RA yang
sederajat dengan TK) yang masih jenjang atau lulusan SLTA jumlahnya sebanyak
110.000 orang dari jumlah 174.000 guru TK, jadi lulusan S1-nya baru 18.000
orang, kemudian yang lulusan D3 hanya 3000 orang, lulusan D2 berjumlah 32.000
orang, dan lulusan D1 sebanyak 9000 orang. Kemudian guru SD jumlahnya 1.454.000
orang termasuk MI, sehingga secara nasional jumlah guru semuanya 2.857.000,
tetapi masih ada yang jadi permasalahan yaitu yang belum lulus S1 sebanyak
1.800.000 orang, sedangkan pendidikan profesi harus tuntas dalam waktu 10 tahun
setelah undang-undang dilaksanakan. Undang-undang ini dikeluarkan tahun 2005.
Jadi pada tahun 2015 harus sudah tersertifikasi dan mereka harus lulus S1
telebih dahulu. Sekarang kita lihat guru madrasah yang jumlahnya 513 orang dan
berapa orang yang sudah S1, mungkin kurang dari separuhnya saja dan sisanya
kurang lebih 300 orang belum S1. Oleh karena itu ada kebijakan yang sedang
dirancang yaitu sistem belajar dualmode system.
Permasalahan
dalam Meningkatkan Profesionalisasi Guru
Dalam mewujudkan tuntutan
kemampuan profesionalisasi guru seringkali dihadapkan pada berbagai
permasalahan yang dapat menghambat perwujudannya. Permasalahan yang dihadapi
dalam meningkatkan kemampuan profesional para guru melaksanakan pembelajaran
dapat digolongkan ke dalam dua macam, yaitu permasalahan yang ada dalam diri
guru itu sendiri (internal), dan permasalahan yang ada di luar diri guru
(eksternal). Permasalahan internal menyangkut sikap guru yang masih
konservatif, rendahnya motivasi guru untuk mengembangkan kompetensinya, dan
guru kurang/tidak mengikuti berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan permasalahan eksternal menyangkut sarana dan prasarana
yang terbatas.
a.
Sikap
Konservatif Guru
Suatu perubahan dalam menerapkan ide atau konsep menuntut
adanya perubahan dalam pola kerja pelaksanaan tugas kependidikan. Agar pola
kerja itu sesuai, maka perlu pula dimiliki berbagai kemampuan yang ditunjang
oleh wawasan dan pengetahuan baru yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tentang hal itu. Namun hal ini akan mendapatkan
hambatan jika guru memiliki sikap konservatif. Sikap konservatif guru
menunjukkan pada tingkah laku guru yang lebih mengarah pada mempertahankan cara
yang biasa dilakukan dari waktu ke waktu dalam melaksanakan tugas, atau ingin
mempertahankan cara lama (konservatif), mengingat cara yang dipandang baru pada
umumnya menuntut berbagai perubahan dalam pola-pola kerja. Guru-guru yang masih
memiliki sikap konservatif, memandang bahwa tuntutan semacam itu merupakan tambahan
beban kerja bagi dirinya. Guru-guru semacam ini biasanya mengaitkan tuntutan
itu dengan kepentingan diri sendiri semata-mata, tanpa memperdulikan tuntutan
yang sebenarnya dari hasil pelaksanaan tugasnya.
Tumbuhnya sikap konservatif di kalangan guru, diantaranya
dikarenakan oleh adanya pandangan yang dimiliki guru yang bersangkutan tentang
mengajar. Guru yang berpandangan bahwa mengajar berarti menyampaikan materi
pembelajaran, cenderung untuk bersikap konservatif atau cenderung
mempertahankan cara mengajar dengan hanya sekedar menyampaikan materi
pembelajaran. Sebaliknya, guru yang berpandangan bahwa mengajar adalah upaya
memberi kemudahan belajar, selalu mempertanyakan apakah tugas mengajar yang
dilaksanakan sudah berupaya memberi kemudahan bagi peserta didik untuk belajar.
Guru demikian biasanya selalu melihat hasil belajar peserta didik sebagai tolok
ukur keberhasilan pelaksanaan tugas. Hasil belajar peserta didik dijadikan
balikan untuk menilai keberhasilan dirinya dalam mengajar. Berdasarkan balikan
itu selalu diupayakan untuk memperbaiki, sehingga kualitas atau mutu
keberhasilannya selalu meningkat. Para guru sepatutnya menyadari, bahwa
menduduki jabatan profesional sebagai guru, tidak semata-mata menuntut
pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi juga memperdulikan apa yang
seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya. Dengan adanya keperdulian
terhadap apa yang seharusnya dicapai dalam melaksanakan tugas, dapat diharapkan
tumbuh sikap inovatif, yaitu kecenderungan untuk selalu berupaya memperbaiki
hasil yang selama ini telah dicapai, sehingga tugas-tugas yang menjadi tanggung
jawabnya selalu dilaksanakan dan diupayakan untuk selalu meningkat.
b.
Rendahnya
Motivasi Guru untuk Meningkatkan Kompetensinya
Motivasi untuk meningkatkan kompetensi melaksanakan tugas
profesional sebagai guru bisa muncul dari dalam diri sendiri atau motivasi yang
dirangsang dari luar dirinya. Motivasi dari dalam diri (intrinsik) seperti
keinginan, minat dan ketertarikan untuk melakukan suatu pekerjaan. Motivasi
untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan akan muncul jika kegiatan yang
dilakukan dirasakan mempunyai nilai intrinsik atau berarti bagi dirinya
sendiri. Hal ini mempunyai keterkaitan dengan pemenuhan kebutuhan. Jadi,
dorongan untuk meningkatkan kemampuan profesional dapat muncul jika peningkatan
kemampuan tersebut mempuyai dampak terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan.
Sedangkan motivasi dari luar diirinya (ekstrinsik) seperti ingin mendapatkan
hadiah atau pengahargaan. Motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri lebih
berarti dibandingkan dengan dorongan yang muncul dari luar diri. Motivasi
semacam ini tidak bersifat sementara, dan menjadi prasyarat bagi tumbuhnya
upaya meningkatkan kemampuan. Jika dorongan itu ada, maka rintangan atau
hambatan apapun, serta betapapun beratnya tugas yang dihadapi akan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya.
c.
Kurang/Tidak
Mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dewasa ini telah banyak dicapai berbagai perkembangan dalam
dunia pendidikan yang bertujuan meningkatkan mutu hasil belajar peserta didik.
Informasi mengenai hal itu banyak diperoleh dari berbagai literatur, buku-buku
teks, majalah, jurnal, pemberitaan berbagai media massa, dan dari hasil
teknologi informasi dan komunikasi, seperti komputer dengan internetnya.. Setiap
perkembangan atau kemajuan yang dicapai merupakan alternatif bagi guru untuk
berupaya meningkatkan mutu pembelajaran yang dilaksanakan. Dari berbagai
alternatif itu dapat dipilih alternatif mana yang akan digunakan. Bagi guru
yang mengikuti berbagai perkembangan dan kemajuan yang dicapai dalam dunia
pendidikan, mengikuti berbagai perkembangan tersebut, merupakan kebutuhan untuk
meningkatkan prestasi kerja. Di samping itu, guru yang bersangkutan pun
menganggap bahwa hal semacam itu merupakan tambahan pengetahuan yang dapat
memperkaya wawasan. Dengan dibarengi motivasi yang tinggi serta sikap inovatif,
berbagai informasi yang didapat bukan hanya memperkaya alternatif pilihan untuk
melaksanakan tugas, tetapi juga dapat menjadi dasar membuat kreasi dari perpaduan
berbagai alternatif, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kerjanya. Ini berarti, dia pun telah memberi sumbangan yang berarti bagi dunia
pendidikan dan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Sebaliknya, bagi guru yang
tidak mengikuti berbagai perkembangan dan kemajuan, beranggapan bahwa semua
kemajuan yang dicapai tidak mempunyai arti, baik bagi dirinya maupun bagi
peserta didiknya. Dengan demikian, dia pun cenderung untuk mempertahankan pula
pola kerja yang selama ini dipegang dan tidak ada upaya untuk meningkatkan
kemampuan profesional dirinya sendiri.
d.
Sarana
dan Prasarana yang Terbatas
Pendidikan biasanya menuntut tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai dan mendukung. Sarana dan prasarana itu tidak harus
berupa berbagai peralatan yang canggih, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan
yang memungkinkan untuk diwujudkan. Betapa pun lengkap dan canggihnya sarana
yang tersedia, jika masih ada masalah-masalah seperti gurunya konservatif tidak
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi serta motivasi untuk
meningkatkan kinerja lemah, maka ada kecenderungan pengadaan sarana dan
prasarana kurang bermanfaat. Sebaliknya, jika masalah-masalah itu dapat
diatasi, sarana dan prasarananya terbatas, maka tidak akan mendukung
keberhasilan pendidikan atau pembelajaran.
Alternatif
Upaya Peningkatan Kemampuan Pribadi Guru
Untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan dalam meningkatkan profesionalisasi guru tersebut,
diantaranya dapat dilakukan dengan menumbuhkan kreativitas guru di lapangan
yang menjadi “ujung tombak” dalam penyelenggaraan pendidikan. Kreativitas
secara umum dipengaruhi kemunculannya oleh adanya berbagai kemampuan yang
dimiliki, sikap dan minat yang positif tinggi pada bidang pekerjaan yang
ditekuni, serta kecakapan melaksanakan tugas-tugas. Kreativitas guru, bisanya
diartikan sebagai kemampuan menciptakan sesuatu dalam sistem pendidikan atau
proses pembelajaran yang benar-benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri),
atau dapat saja merupakan modifikasi dari berbagai proses pembelajaran yang ada
sehingga menghasilkan bentuk baru.
Dalam praktek kependidikan,
pada umumnya perubahan-perubahan yang terjadi menggunakan prosedur yang
menimbulkan kesan seolah-olah para guru sebagai pelaksana di lapangan kurang
memiliki kreativitas untuk memperbaiki mutu hasil belajar peserta didiknya.
Padahal ada kemungkinan para guru mempuyai ide yang kreatif yang dapat menjadi
sumber berharga bagi upaya peningkatan mutu pendidikan. Guru adalah orang yang
paling mengetahui kondisi dan permasalahan belajar yang dihadapi oleh para
peserta didiknya karena hampir setiap hari berhadapan dengan mereka. Guru
kreatif selalu mencari cara bagaimana agar proses belajar mencapai hasil sesuai
dengan tujuan, serta berupaya menyesuaikan pola-pola tingkah lakunya dalam mengajar
sesuai dengan tuntutan pencapaian tujuan, dengan mempertimbangkan faktor
situasi kondisi belajar peserta didik. Kreativitas yang demikian, memungkinkan
guru yang bersangkutan menemukan bentuk-bentuk mengajar yang sesuai, terutama
dalam memberi bimbingan, rangsangan dorongan, dan arahan agar peserta didik
dapat belajar secara efektif. Tumbuhnya kreativitas di kalangan para guru
memungkinkan terwujudnya ide perubahan dan upaya peningkatan secara terus
menerus, dan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan masyarakat di mana
sekolah berada. Di samping itu, tuntutan untuk meningkatkan kemampuan
profesional pun muncul dari dalam diri sendiri, tanpa menunggu ide ataupun
perintah dari pihak manapun.
DAFTAR
PUSTAKA
Biggs,
Morris L., (1982). Learning Teories for Teaching. New York: Harper & Row,
Publisher.
Chauhan,
S.S., (1979). Innovation in Teaching Learning Process, New Delhi: Vikas
Publishing Hoyse, Pvt.Ltd.
Decentralized
Basic Education Project, (2007). Better Teaching Learning. Jakarta: AED.