S O A L :
Adakah bathal shaum orang yang dipompa kemaluannya
lantaran saklt kencing ?
Bathalkah shaum orang yang di-injeksi dengan obat
yang masuk pada segala urat-urat badan ?
Bathalkah shaum orang yang dipompa jalan buang air
besarnya dengan air sabun, lantaran payah buang air besar ?
J A W A B :
Menurut Qur-an dan Hadiets yang shahih, tidak ada
yang membathalkan shaum, melainkan dua perkara, yaitu bercampur laki-isteri dan
makan-minum.
Selain dari dua itu, tidak ada yang membathalkan
shaum.
Adapun hal pompa lobang kencing, injeksi dengan
obat yang masuk pada sekalian urat-urat dan juga pompa lobang buang air besar
dengan air sabun itu sekalian, tidak masuk bilangan makan atau minum atau
bercampur laki-istri, oleh sebab itu tak dapat dikatakan bathal shaum dengan
perbuatan-perbuatan itu.
Kita tahu memang ada banyak 'ulama' kita menganggap
perkara-perkara yang tersebut itu membathalkan shaum.
'Ulama' yang mempunyai anggapan begitu, kita harap
suka memberi keterangan dari Qur-an atau Hadiets, jangan dari perkataan
'ulama'-'ulama' saja, karena kita sama mengetahui, bahwa 'ulama'-ulama' tidak sekali-kali berhak mengharamkan atau menghalalkan sesuatu
melainkan dengan keterangan dari Allah atau RasulNya.
Cobalah saudara-saudara fikir, bahwa Nabi kita
sendiri tidak berani menghukum sesuatu melainkan sesudah dapat wahyu dari Allah
Kalau begitu hal Nabi s.a.w., betapakah boleh
'ulama' membilang halal itu dan haram ini dengan tidak ada keterangan ?
SOAL:
1. Apakah hukumnya seseorang memperbuat sedekah malam 21, 23, 25, 27 dan 29 di
tiap-tiap bulan Ramadlan ?
2. Apa hukum memasang teng (lampu) di rumah dan memasang petasan (mercon)
pada malam-malam yang tersebut itu ?
3. Apakah betul malam-malam yang tersebut itu dinamakan matam lailatul-qadar?
4. Apa hukum orang ziarah kubur orang-orang tuanya atau kubur keramat pada
tanggal 1 Syauwal serta pasang petasan disana, katanya hendak membangunkan
orang yang dikubur itu ?
JAWAB:
a. Bersedekah di waqtu mana saja
hukumnya sunnat. Tetapi orang yang bersedekah dengan menentukan malam 21, 23,
25. 27 dan 29 itu, tentu dengan i'tiqad' bahwa bersedekah pada malam-malam itu,
ada lebih besar pahalanya daripada waqtu yang lain-lain.
Kalau tidak ada i'tiqadnya begitu, tentu tidak
perlu ia tentukan malam-malam yang tersebut tadi.
Bersedekah pada malam 21, 23, 25, 27 dan 29 dengan
tentu begitu, tidak ada tersebut di dalam Qur-an dan sepanjang pemeriksaan kami
tidak ada di dalam Hadiets dan tidak pernah diperbuat oleh Shahabat-shahabat
atau imam-imam.
Meng-i'tiqadkan sesuatu dengan tidak ada keterangan
dari Agama itu, dinamakan i'tiqad bid'ah.
JAWAB:
b. Memasang lampu, pelita dan
sebagainya untuk menerangkan rumah tangga, masjid dan jalan yang gelap di
sembarang waktu itu memang perlu, tetapi berlebih-lebih daripada mesti itu,
dinamakan tabdzir, yaitu belanja sia-sia, dan orang orang yang belanja sia-sia
itu berdosa. Firman Allah.
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang tabdzir
itu, saudara bagi syaithan.
(Q. Bani Israil, 27)
Adapun membakar petasan itu, walaupun seharga
setengah sen, walaupun di hariraya, hukumnya tabdzir seperti yang tersebut di
atas itu.
JAWAB:
c. Memang betul ada riwayat yang
menunjukkan, bahwa malam l a i l a t u l- q a d a r itu, jatuhnya pada salah
satu malam yang tersebut itu.
Tetapi pada malam-malam itu, tidak diperintah kita
pasang lampu, pelita dan sebagainya. Hanya diperintah kita mengerjakan shalat
dengan sungguh-sungguh hati pada malam 21 sampai 30. Difaham daripada Hadiets
lailatul-qadar, bahwa besar pahala orang yang shalatnya jatuh pada malam itu.
JAWAB:
d. Ziarah kubur itu memang
disunnatkan oleh Nabi kita s.a. w.
Cara Nabi ziarah kubur itu, ialah dengan memberi
salam :
Artinya : Mudah-rnudahan sejahtera (dari Allah
turun) di atas kamu ahli kubur, yang Mu'min dan Muslim. Jika dikehendaki oleh
Allah, kami akan berjumpa kamu. Kami mohon keselamatan untuk kami dan untuk
kamu.
(H.S.R. Muslim)
Sesudah itu ia do'akan simati Mudah-mudahan Allah
ampunkan dosa mereka. Di dalam hal ziarah kubur itu, Nabi kita tidak tentukan
kubur si-anu atau si-ini, dan tidak pula ia perintah begitu.
Sudah tentu sebagusnya kita kerjakan begitu juga,
karena di dalam ziarah itu ada dua maqshud :
Pertama, sabda Nabi s.a.w. :
Artinya : Ziarahlah kubur, karena ziarah
kubur itu mengingat-kan kamu kepada akhirat.
(H.S.R. Muslim)
Kedua, mendo'akan simati, sebagaimana yang
dikerjakan oleh Nabi s.a.w. itu.
Maka maqshud yang pertama itu bisa hasil dengan
sematamata ziarah ke kuburan, sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi. Tidak
perlu kubur ibu, bapa, keramat atau lainnya.
Maqshud yang kedua, yaitu mendo'akan simati, bisa
hasil bagi ibu-bapa dengan do'a yang umum bagi sekalian ahli kubur ; dan kalau
kita hendak tentukan do'a lain untuk ibu-bapa saja, boleh kita kerjakan di
rumah, atau boleh kita kerjakan di situ juga dengan tidak perlu hampir ke
kuburnya.
Sebagaimana Rasulullah tidak menentukan kuburan
buat di ziarah, begitu juga tidak ada riwayat yang shah tentang Rasulullah
menentukan waqtu bagi ziarah kubur.
Oleh sebab itu, sepatutnya jangan kita menentukan
kubur ibu-bapa atau kubur keramat atau menentukan hari untuk ziarah itu.
Menyimpang dari Sunnah Rasul di dalam hal 'ibadat
itu memang berarti menyimpang kepada jalan yang tidak baik. Maka ziarah kubur
dengan menentukan kubur ibu-bapa atau kubur keramat atau lain-lainnya, serta
dengan lnenentukan tanggal 1 Syauwal itu, perbuatan yang salah, tidak menurut
sunnah Rasul. Adapun memasang mercon atau petasan di kubur itu, bukan perbuatan
orang Islam, bahkan barangkali jarang dibuat oleh Majusi ; apalagi
memasang mercon dengan i'tiqad hendak membangunkan ahli kubur, maka hal ini
lebih daripada kesesatan Majusi. 1)