Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia
bagian utara, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Janggut
si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia
menunggu tumpangan
menyeberangi sungai. Penantiannya seakan
tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati
rasa dan kaku akibat angin utara yang
dingin.
Samar-samar
ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas
jalan yang beku itu. Dengan gelisah iamengawasi beberapa penunggang
kuda memutari tikungan.
Ia membiarkan
beberapa kuda lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagi
lewat, dan satu lagi. Akhirnya,
penunggang kuda yang terakhir
mendekati tempat si orang tua yang
duduk seperti patung salju.
Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang...dan ia
pun berkata, "Tuan, maukah anda
memberikan tumpangan pada
orang tua ini ke seberang ?
Kelihatannya tak ada jalan untuk
berjalan kaki."
Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orang tua tak
mampu mengangkat tubuhnya
yang setengah membeku dari atas
tanah, si penunggang kuda turun dan menolongnya
naik ke atas kuda.
Si penunggang membawa
si orang tua itu bukan hanya ke
seberang sungai, tapi terus ke
tempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer. Selagi mereka mendekati pondok kecil yang nyaman,
rasa ingin tahu si penunggang kuda atas
sesuatu, mendorongnya untuk bertanya,
"Pak, saya lihat tadi
bapak membiarkan penunggang2
kuda lain lewat, tanpa berusaha meminta tumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin seperti
ini Bapak mau menunggu dan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi
menolak dan meninggalkan bapak di sana?"
Si orang tua menurunkan
tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata si penunggang kuda dan menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup
kenal dengan orang."
Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang mata penunggang yang lain,
dan langsung tahu bahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya minta tumpangan.
Tapi waktu saya
melihat matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terasa jelas ada pada dirimu. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang
lembut akan menyambut
kesempatan untuk memberi saya pertolongan pada saat
saya membutuhkannya."
Komentar yang
menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam.
"Saya berterima kasih sekali
atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahan saya tidak
akan terlalu sibuk mengurus masalah
saya sendiri hingga saya gagal menanggapi kebutuhan orang
lain.."
Seraya
berkata demikian, Thomas Jefferson, si penunggang kuda itu, memutar kudanya dan melanjutkan perjalanannya
menuju ke Gedung Putih.
The Sower's Seeds - Brian Cavanaugh.
Kau tak akan pernah tahu kapan kau akan memerlukan orang lain, atau kapan seseorang memerlukanmu. Kebijakan dari seluruh
hidupmu melukis sebuah citra dimatamu, yang membantu orang
lain melihat, menemukan pertolongan yang ia butuhkan, dan bahwa masih ada
keutamaan lain di dunia ini dari
pada sekedar peduli dengan dirimu
sendiri, yaitu kepedulianmu pada orang lain,
sahabatmu atau benar-benar orang lain.
Maka bila ada sahabat atau seseorang memerlukan perhatian atau
bantuanmu, atau meminta maaf atas
satu kesalahan, itu karena ia menghormati
dan menghargai kebaikan yang pasti ada
dalam jiwamu. Kau dapat menghormati
juga permintaan itu, atau kau
meninggalkannya di tengah jalan sendirian.