Ketika itu, Gusti Allah telah bekerja enam masa lamanya.
Kini, giliran diciptakan para ibu. Seorang malaikat menghampiri Gusti Allah dan
berkata lembut: “Gusti Allah, banyak nian waktu yang Gusti Allah habiskan untuk menciptakan ibu ini?”
Dan Gusti Allah pun menjawab: “Tidakkah kamu lihat
perincian yang harus
dikerjakan? Ibu ini harus
waterproof, tapi
bukan dari plastik. Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemar dan tidak cepat lelah. Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan
makanan sekedarnya. Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan. Memiliki ciuman yang dapat
menyembuhkan kaki yang keseleo. Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah dan enam pasang tangan.”
Malaikat menggeleng-gelengkan kepalanya. “Enam pasang
tangan?? Ck..ck..ck..”
“Tentu saja bukan
tangan yang
merepotkanku, melainkan tangan yang melayani sana-sini, mengatur segalanya menjadi baik.” Balas Gusti Allah.
“Sepasang tangan pertama diangkatnya untuk memohon kepada-Ku. Dipintanya
keselamatan anak-anaknya, juga
kesehatan, kesejahteraan dan kebahagiaan mereka. Sepasang yang kedua dipakainya untuk menggendong, mengelus
dan membelai. Untuk menunjukkan cintanya melalui sentuhan. Yang ketiga Kubuat lebih kuat. Untuk
memasak, mencuci dan melayani kebutuhan anggota rumahnya. Sepasang yg keempat Kulengkapi dengan kulit anti jijik.
Karena tangan itu dipakainya untuk mengurusi muntah dan segala kotoran si anak. Sepasang tangan kelima
digunakan untuk mengurut dadanya. Untuk meluaskan lagi kelapangan hatinya menerima
kesalahan dan kebandelan sang anak. Ini penting agar tidak mudah keluar kutuk dari mulutnya. Karena tiap
pintanya adalah kewajiban yang Ku-bebankan atas diri-Ku. Sepasang yang terakhir, dan ini dipakainya jika terpaksa untuk memukul atau menjewer kuping sang anak yang membandel. Tapi
lagi-lagi dengan cinta, karena tujuannya tak lain sekedar kesadaran anaknya yang malas belajar atau
demi kesehatan anaknya yg enggan makan.”
Malaikat manggut-manggut saja.
“Juga tiga pasang mata yang harus dimiliki para ibu,”tambah Gusti Allah
lagi.
“Bagaimana modelnya?” malaikat semakin heran. Gusti
Allah melanjutkan, sepasang mata yang
dapat menembus pintu yang tertutup rapat dan bertanya: “Apa yang sedang kau lakukan di dalam situ?” padahal
sepasang mata itu sdh mengetahui jawabannya. Sepasang mata yang kedua sebaiknya
diletakkan di belakang kepalanya, sehingga ia bisa melihat ke belakang tanpa harus menoleh. Dan pasang
mata ketiga untuk
menatap lembut seorg anak yang mengakui kekeliruannya. Mata itu harus bisa bicara: “Saya mengerti dan saya sayang kamu”. Meski tidak diucapkan sepatah
katapun.
Malaikat masih mendengarkan dengan sangat tekun saat Gusti
Allah melanjutkan kembali.
“Tahukah kau, darah ibu itu bisa menjadi susu yg bergizi. Liurnya
menjadi antiseptic luka.
Elusannya jadi terapi dan ucapannya jadi obat penenang.”
“Ajaib!” jawab malaikat. Kemudian malaikat
membolak-balik contoh ibu dengan
perlahan “Terlalu lunak,” katanya memberi komentar.
“Tapi kuat!’ kata Gusti Allah bersemangat. “Tak akan kau
bayangkan betapa banyak yang bisa ia tanggung, pikul dan derita. Kepayahannya telah mulai
ketika Kutumpangkan detak kehidupan dlm perutnya. Deritanya memberat lagi
ketika sebuah kepala mungil mendesak ingin keluar. Ia merintih kesakitan, tp
sedetik tersenyum. “Tak mengapa, ini demi buah hatiku,” cetusnya lewat elusan
lembut pertama pada kulit merah sang bayi. Aku menuntut satu pilihan nyawa pd beberapa
proses kelahiran, maka ibu yang beberapa itu serentak berkata, “Biarlah aku yang menjadi tumbal dan anakku hidup
dan menikmati indahnya dunia.” Begitu perasaan keibuannya Kuciptakan secara kodrat. Ia pasti selalu
mendahulukan anaknya. Tp telah kupahamkan org-org di sekelilingnya, bahwa ibu
adalah kehidupan. Menjaga ibu berarti menjaga kehidupan. Maka ibulah yang diselamatkan. Dan Aku
tidak menjadikan kesabaran
atas kesakitan dan kesedihannya sia-sia di sisi-Ku. Anaknya adalah simpanan yang akan melayaninya di
surga. Bila Aku menghendaki lain, maka itu semata-mata kerahiman-Ku ingin
menghadiahkan ganjaran syahid atas pengorbanannya.
“Istimewa sekali makhluk yg Kau cipta ini, Gusti Allah”
“Ibu adalah
reservoir kasih-Ku di muka bumi. Ia adalah sumber limpahan kasih sayang yg tak
akan putus sepanjang masa kehidupannya. Kecintaannya adalah kecintaan-Ku.
Murkanya adalah murka-Ku. Pengabdian padanya adalah ibadah terafdhal di
sisi-Ku. Mulia orang yang memuliakannya. Terhina orang yang menghinakannya. Surga dan neraka seorang anak ada di telapak
kakinya.”
“Apakah ia dapat
berpikir?” Tanya malaikat lagi.
“Ia bukan saja dapat berpikir, tapi
juga dapat memberi gagasan, ide
dan berkompromi.” Kata sang Pencipta.
Akhirnya malaikat menyentuh sesuatu di pipi. “Eh, ada
kebocoran di sini.”
“Itu bukan kebocoran,” kata Gusti Allah. “Itu adalah air
mata...air mata kesenangan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata
kesakitan, air mata kesepian, air mata kebanggaan, air mata...air mata...”
“Gusti Allah memang ahlinya...” malaikat berkata pelan.
Ibu adalah perempuan yang begitu sempurna. Kasih sayangnya membuat kita
tumbuh dewasa. Keikhlasannya mengandung kita selama 9 bulan adalah sebuah
ibadah yang
takaran plusnya tidak
bisa dibeli oleh kefanaan dunia. Belum lagi perjuangannya dalam melahirkan,
dimana suatu erangan panjang kelahiran adalah detak jantung bunda, yang bisa saja-jika Allah
berkehendak-terhenti. “Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada
ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah...”
demikian perintah Allah di surat
Luqman ayat 14. banyak orang menggambarkan bahwa melahirkan adalah pertarungan hidup dan mati.
Dan begitu si bayi keluar, ada tugas panjang siap menanti, memberi kasih sayang
dan perhatian hingga si bayi tumbuh menjadi
dewasa.
Begitu panjang
penjabaran jihad seorang perempuan demi kelangsungan hidup manusia di muka bumi. Betapa
besar pengorbanannya. Wajar saja bila semua itu dibayar mahal dengan ketentuan bahwa surga
di bawah telapak kaki ibu. Bahkan, ketika Rasulullah ditanya siapa yangg harus diutamakan dalam
penghormatan, beliau tiga kali berturut-turut mengatakan “ibumu”.
Dan bunda...telah
menjadi muara kebaikan dari segala perjalanan panjang ibadah di kefanaan...
(dari berbagai sumber)