Maha
guru Syech Siti Jenar pernah menjawab ketika ditanya oleh para utusan wali
songo inilah dialognya:
Utusan wali :
"adakah Siti Jenar" ?
Siti Jenar : "Siti Jenar tidak ada, yang ada Allah"...?
Kembalilah
utusan wali songo menyampaikan bahwa siti jenar tidak ada yang ada hanyalah
Allah, maka kembalilah utusan tersebut untuk memanggil siti jenar kedua kalinya
menghadap para wali,
Utusan wali :
"adakah Gusti Allah" ?
Siti Jenar : "Allah tidak ada, yang ada Siti Jenar "...?
Kembalilah
utusan wali songo untuk kedua kalinya kepada para wali untuk menyampaikan bahwa
gusti Allah tidak ada yang ada hanyalah Siti Jenar, maka kembalilah utusan
tersebut untuk memanggil siti jenar ketiga kalinya menghadap para wali, dan
para wali menyarankan pada santrinya untuk memanggil Gusti Allah dan Siti
Jenar.
Utusan wali :
"adakah Gusti Allah dan Siti Jenar" ?
Siti Jenar : "Allah ada dan Siti Jenar juga ada"...?
Inilah
secuil dialog siti jenar dengan utusan para wali ketika para wali meminta
pertanggung jawaban siti jenar atas ajaran-ajarannya.
Namun
persoalannya yang perlu kita cermati bukan pada pengakuan siti jenar atas dirinya yang mengakui sebagai Tuhan, tetapi keberanian siti jenar
menyampaikan pendapat dan ideologi yang berbeda dengan penguasa.
Karena,
penafsiran saya konsep siti jenar tentang manunggaling
kawulo gusti adalah manunggalnya antara Makhluk dangan Sang Kholik, dan ini
dibenarkan dalam Islam karena manusia ketika awal diciptakan dari tanah oleh
Gusti Allah, Gusti Allah memerintahkan kepada jin dan malaikat untuk bersujud
kepada manusia setelah Gusti Allah menyempurnakan penciptaan manusia dengan ditiupkannya
Ruhullah pada diri manusia.
Akan
penafsiran saya akan manunggaling kawulo gusti yang dikembangkan oleh para wali
nampaknya ada muatan politik, yakni terkait dengan manunggalnya hamba (rakyat)
dengan Raja kala itu sehingga ada konsep sabdo pandito ratu. Wallahu a’lam. Bersmabung.....