Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam menyuruh orang
yang sudah kuat syahwatnya dan belum mampu untuk menikah agar berpuasa,
menjadikannya sebagai wijaa (pemutus syahwat jiwa) bagi syahwat ini, karena
puasa menahan kuatnya anggota badan hingga bisa terkontrol, menenangkan seluruh
anggota badan, serta seluruh kekuatan (yang jelek) ditahan hingga bisa taat dan
dibelenggu dengan belenggu puasa. Telah jelas bahwa puasa memiliki pengaruh yang
menakjubkan dalam menjaga anggota badan yang dhahir dan kekuatan
batin.
Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian para pemuda, barang siapa diantara
kalian telah mampu baah (menikah dengan berbagai macam persiapannya), hendaknya
menikah, karena menikah lebih menundukan pandangan, dan lebih menjaga
kehormatan. Barang siapa yang belum mampu menikah, hendaklah puasa karena puasa
merupakan wijaa (pemutus syahwat) baginya." HR. Bukhori (4/106) dan Muslim (no.
1400) dari Ibnu Mas'ud
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan
bahwa syurga diliputi dengan perkara-perkara yang tidak disenangi, dan neraka
diliputi dengan syahwat, jika telah jelas demikian -wahai muslimin- sesungguhnya
puasa itu menghancurkan syahwat, mematahkan tajamnya syahwat yang bisa
mendekatkan seorang hamba ke neraka, puasa menghalangi orang yang puasa dari
neraka, oleh karena itu banyak hadits yang menegaskan bahwa puasa adalah benteng
dari neraka, dan perisai yang menghalangi seseorang dari
neraka.
Bersabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam:
"Tidaklah ada seorang hamba yang puasa di jalan Allah
kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh
musim ". (HR. Bukhori (6/35), Muslim (1153) dari Abu Sa'id AlKhudri, ini
adalah lafadh Muslim. Sabda Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasalam : 70 musim
yakni : perjalanan 70 tahun demikian dikatakan dalam "Fathul Bari" (6/48))
"Puasa adalah perisai, seoramg hamba berperisai
dengannya dari api neraka". (HR. Ahmad (3/241), (3/296) dari Jabir, Ahmad
(4/22) dari Utsman bin Abil 'Ash. Ini adalah hadits yang shohih).
"Barang siapa yang berpuasa sehari di jalan Allah maka
diantara dia dan neraka ada parit yang luasnya seperti antara langit dengan
bumi". (Dikeluarkan oleh Tirmidzi (no. 1624) dari hadits Abi
Umamah)
Sebagian Ahlul Ilmi telah memahami bahwa hadits-hadits
tersebut merupakan penjelasan tentang keutamaan puasa ketika jihad dan berperang
di jalan Allah, namun dhahir hadits ini mencakup semua puasa jika dilakukan
dengan ikhlas karena mengharapkan wajah Allah Ta'ala, sesuai dengan apa yang
dijelaskan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam termasuk puasa di jalan. (yang
disebutkan di dalam hadits ini)